CERDASI.ID, JAKARTA – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan kajian guna mencari solusi masalah penanggulangan bencana di daerah. Kajian bertajuk “Strategi Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Sub Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota” tersebut telah menghasilkan beragam temuan dan rekomendasi kebijakan.
“Indonesia memiliki tingkat risiko bencana tinggi karena terletak di kawasan cincin api pasifik dan tiga lempeng tektonik. Untuk itu pemerintah daerah wajib hadir dalam penanggulangan bencana dengan berpedoman pada SPM yang ditetapkan. Masyarakat punya hak untuk menerima pelayanan minimal tersebut,” ujar Kepala Pusat Litbang Administrasi Kewilayahan, Pemerintahan Desa, dan Kependudukan BSKDN Kemendagri Mohammad Noval, saat membacakan sambutan Kepala BSKDN Kemendagri dalam Seminar Hasil Kajian Strategis, di Hotel Swiss Belresidences Jakarta, Senin (17/10/2022).
Noval menjelaskan, meski telah memiliki seperangkat aturan perundang-undangan, penerapan SPM suburusan bencana masih mengalami sejumlah kendala. Pemerintah kabupaten dan kota disebutkan belum sepenuhnya mengintegrasikan rencana penerapan SPM dalam dokumen perencanaan dan pembangunan di daerahnya. Selain itu, kata dia, masih terbatasnya anggaran yang digelontorkan daerah untuk membiayai SPM suburusan tersebut.
“Selain itu, daerah belum seluruhnya memiliki dokumen teknis kebencanaan sebagai dasar kebijakan penanggulanan bencana di wilayahnya. Terbatasnya ketersediaan data pokok juga menjadi masalah yang berdampak pada kesulitan penghitungan pemenuhan kebutuhan warga negara,” jelas Noval.
Kondisi ini diamini Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kemendagri Edy Suharmanto. Dia mengatakan, tingkat implementasi SPM suburusan bencana hanya sekira 60 persen sejak dicanangkan pada 2018. Capaian ini masih di bawah implementasi SPM urusan pendidikan dan kesehatan. Edy menduga permasalahan seputar penerapan SPM suburusan bencana terjadi karena daerah kesulitan memahami indikator-indikatornya.
“Ini akibat kurangnya SDM atau seringnya pergantian di level pimpinan perangkat daerah,” ungkapnya.
Meski begitu, imbuh Edy, Kemendagri terus mendorong adanya jabatan fungsional teknis yang khusus menangani kebencanaan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Cara-cara inovatif juga perlu dilakukan dalam mengatasi persoalan ini. “Soal pendanaan (penanggulangan bencana) terus kami upayakan untuk penambahan,” terangnya.
Rekomendasi Kajian
Menyoal beragam masalah penanggulangan bencana yang ditemukan selama kajian, anggota Tim Kajian BSKDN Kemendagri Revanche Jefrizal dalam kesempatan tersebut menjelaskan beberapa rekomendasi kebijakan. Menurutnya, kepemimpinan kepala daerah dalam menggalang komitmen para pihak terkait penerapan SPM suburusan bencana menjadi hal terpenting.
“Bupati dan wali kota harus terus memberikan arah kebijakan soal SPM bencana dalam rapat yang dilakukan secara rutin dengan mengundang seluruh pemangku kepentingan. Kasih juga kesempatan perangkat daerah untuk membuka jejaring kolaborasi dengan para mitra,” tutur Revanche.
Selain itu, minimnya ketersediaan data menjadi hal pokok yang harus ditangani agar perencanaan dalam penerapan SPM dapat lebih optimal. Karena itu, ia merekomendasikan adanya pembangunan sistem database nasional untuk pengolahan data awal yang dibutuhkan.
“Bisa dimulai dengan menggerakan perangkat RT/RW, desa/kelurahan untuk mengumpulkan data kerawanan bencana. Atau Jalin kerja sama dengan BPS pada saat mereka melakukan sensus penduduk. Sehingga nantinya data kerawanan di tiap wilayah dapat diperoleh secara periodik,” saran Revanche.
Di sisi lain, daerah perlu membenahi perangkat Siap Tangguh Bencana di wilayahnya. Caranya, lanjut Revanche, yaitu dengan melatih personel khusus yang ditunjuk BPBD kabupaten/kota sebagai penanggung jawab perangkat Siap Tangguh Bencana. Mengenai pendanaan yang jadi masalah utama setiap daerah, Revanche kembali menekankan pentingnya membangun kolaborasi. “Sertakan mereka (para mitra) sejak penghitungan kebutuhan pemenuhan pelayanan dasar dalam penerapan SPM. Ikutkan juga selama proses koordinasi, pengawasan, hingga evaluasinya,” jelasnya.
Lebih lanjut, hasil temuan dan rekomendasi dalam kajian ini akan diarahkan untuk menyusun kebijakan sistem monitoring dan evaluasi pencapaian SPM suburusan bencana di daerah. “Kami berharap kajian ini dapat mengevaluasi berbagai hal yang perlu diperbaiki dalam pemenuhan SPM ke depan,” pungkas Revanche. (*/dbm)
Discussion about this post